Wednesday, May 21, 2014

Kududuk di Muka

Susah amat ya memulai sesuatu. Bahkan bikin post perkenalan aja di entry kedua.

Hehe, anyway halo! Saya Rachmadhina Insan Widyapianissa, panggil sesukamu saja asal nggak di luar kodrat namaku. Tapi biasanya sih dipanggil Dhina. Buat yang sudah kenal lumayan, panggilannya bisa macem-macem. Tapi tenang, aku bukan cewek punkgilan.

Maaf suka tiba-tiba kehilangan fokus bicara, itu kebiasaan. Somehow, buatku nulis adalah sama dengan bicara. Gaya bahasanya si Dhina nih, di kehidupan sehari-hari selalu diterapkan dalam tulisan. Nggak jarang orang heran dan sesekali bingung. Mm abis gimana ya, setiap membaca tulisan orang, aku selalu ngerasa itulah cara mereka bicara ke aku. Jadinya ya ginideh, aku pengennya sih yang membaca tulisanku ngerasa kayak aku ngomong langsung ke dia. Tiap menulis dalam platform apapun, (kecuali tetugasan) default-ku emang udah begini.

It's like when I wrote "gitude" that's because I said it "gitude" tanpa 'h'. Oh iya funfact ga penting lainnya, I tend to combine some words or even decrease one or two letters.

Hehe dijelasin dulu begitu supaya ke depannya kalian bisa mengertiku.

Terus, kenapa Duduk di Muka?

Bukannya itu posisi default berkendara di lagu Naik Delman?
Nah jadi sebenernya posisi duduk defaultku saat berkendara adalah di row kedua. Seringnya sih di tengah. Terutama kalau lagi di rumah, soalnya posisi deket jendela pasti udah diambil sama 2 adikku.
Duduk di depan tuh jarang bener, nggak favorit. Di angkot juga paling duduk di depan kalau udah kepepet.

Tapi yang namanya duduk di muka, pasti membikin pandangan jadi lebih terbuka. Hehe itu alesan sok filosofisnya sih. Kalau alesan nggak sok-sokannya, ya karena dengan duduk di depan kadang bisa nemu pemandangan kayak gini terus buru-buru dipotret.

ya men temen black adalah hideung dalam basa sunda

Senang sekali jika setelah membaca ini kamu tetap meluangkan waktu buat duduk di muka sambil menikmati sore hari di kota sama saya. Cheers.

No comments:

Post a Comment